Pancasila sebagai Sistem Etika
A. Pengertian
1. Etika
Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu
“ethos” yang berarti watak, adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya
dapat diartikan sebagai suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh
kepada seperangkat aturan-aturan kesusilaan (Kencana Syafiie, 1993). Dalam
konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia dipandang dari
segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar
pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika adalah ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran
moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1.
Etika Umum, mempertanyakan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2.
Etika Khusus, membahas
prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial)
Pada dasarnya etika membicarakan
hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti nilai baik dan buruk, nilai
susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan sebagainya.
1.1 Sumber
Kebaikan dan Keburukan
Teori kemauan bebas,
yaitu: determinisme dan indeterminisme
a.
Determinisme
“Manusia sejak semula sudah ditetapkan atau direncanakan”
b.
Indeterminisme
-
Manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan memilih
-
Tanpa kemauan bebas manusia tidak mungkin mengetahui moral yang baik
1.2
Kriteria tentang baik dan buruk
a.
Hedonisme = Kenikmatan
b.Utilisme = Kemanfaatan
c.
Vitalisme = Kekuatan hidup/Kekuasaan
d.
Sosialisme = Pandangan Masyarakat
e.
Religiusme = Sesuai dengan kehendak
Tuhan
f.
Humanisme = Kodrat Manusia
(human-nature)
1.3
Pendekatan
Etika
a.
Normatif Etik
: melalui penelaahan
dan penyaringan ukuran- ukuran normatif seseorang berperilaku
sesuai dengan norma yang telah disepakati baik lisan maupun tulisan.
b.
Deskriptif Etik : sadar akan
kebaikan etika tapi tidak merasa perlu mentaatinya secara keseluruhan
c.
Practical Etik
: sadar memperlakukan
etika sesuai status
dan kemampuannya
1.4
Norma
Dasar Etika (metaethics)
a.
Norma ke-Tuhanan (Hablum Minallah)
b.
Norma kemanusiaan (Hablum Minannas)
1.5 Prinsip-Prinsip
Etika
The
Great Ideas : A syntopicon of Great Books of western World. 120 macam “ide
agung” enam landasan prinsipil etika :
a.
Prinsip keindahan (beauty)
-
Hidup ini indah/ bahagia
-
Penampilan yang serasi dan indah,
penataan ruangan kantor
b.
Prinsip persamaan (Equality)
-
Menghilangkan perilaku diskriminatif
-
Perlakuan pemerintah terhadap daerah/
warga negara harus sama, tinggi rendahnya urgensi/prioritas
c.
Prinsip Kebaikan (Good)
d.
Prinsip Keadilan (justice)
e.
Prinsip Kebebasan (library)
-
Kebebasan :
-
Kemampuan menentukan diri sendiri
-
Kesanggupan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan
-
Syarat-syarat yang memungkinkan
manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihannya beserta konsekuensinya
-
Kebebasan tidak ada tanpa tanggung
jawab
f.
Prinsip kebenaran (truth)
-
Teori-teori kebenaran
-
Kebenaran dalam pemikiran (truth in
the mid)
-
Kebenaran dalam kenyataan (truth in
the reality)
2. Moral
Moral
merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang lebih baik.
Moral
dengan etika hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kritis dan
mendasar tetang ajaran-ajaran dan pandangan moral dan etika merupakan ilmu
pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas (Devos, 1987).
Etika
merupakan tingkah laku yang bersifat umum universal berwujud teori dan bermuara
ke moral, sedangkan moral bersifat tindakan lokal, berwujud praktek dan berupa
hasil buah dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami dan mengerti bahwa
mengapa dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-norma tertentu,
inilah kelebihan etika dibandingkan dengan moral. Kekurangan etika adalah tidak
berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang, sebab
wewenang ini ada pada ajaran moral.
3. Norma
Norma
adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat
atau kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, padanan dan
pengendali sikap dan
tingkah laku manusia.
Agar manusia mempunyai harga,
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat
kepribadian sangat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya, maka makna moral
yang terkandung dalam kepribadian seseorang tercermin dari
sikap dan tingkah
lakunya. Oleh karena
itu, norma sebagai penuntun, panduan atau pengendali
sikap dan tingkah laku manusia.
4. Nilai
Nilai
pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
namun bukan objek
itu sendiri. Nilai merupakan
kualitas dari sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan
manusia, yang kemudian
nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam bersikap dan
berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk
manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bahasa Indonesia, 2000).
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu
sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem
sosial dan karya.
Cita-cita,
gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem
nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks
kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih
nilai-nilai menempuh berbagai cara
yang dapat dibedakan
menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya.
Nilai
sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta
pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Disamping
teori nilai diatas, Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai
berikut:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi unsur manusia.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segala
sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci
sebagai berikut
a.
Nilai kebenaran, yaitu bersumber
pada unsur rasio manusia, budi dan cipta.
b.
Nilai keindahan, yaitu bersumber
pada unsur rasa atau intuisi.
c.
Nilai moral,
yaitu bersumber pada
unsur kehendak manusia
atau kemauan (karsa, etika)
d.
Nilai religi, yaitu bersumber pada
nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai
ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia kepada Tuhan
Nilai
akan lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus
lebih di kongkritkan lagi secara objektif, sehingga memudahkannya dalam
menjabarkannya dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum, norma
agama, norma adat istiadat dll.
B. Etika
Pancasila
Etika merupakan
cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Ranah pembahasannya meliputi
kajian praktis dan
refleksi filsafati atas moralitas secara
normatif. Kajian praktis
menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar
yang dilakukan dan
didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur
perbuatan baik (susila) dan buruk
(asusila). Adapun refleksi filsafati
mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang
moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.
Rumusan
Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam
penjelasan UUD 1945
yang disusun oleh
PPKI ditegaskan bahwa
“pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat,
yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang
adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP
MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum.
Sebagai sumber
segala sumber, Pancasila
merupakan satu-satunya sumber
nilai yang berlaku di tanah air.
Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan,
kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya
merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut
melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat
manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah
tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia
yang tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila
sebagai core philosophy bagi
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, juga
meliputi etika yang
sarat dengan nilai-nilai
filsafati; jika memahami Pancasila tidak dilandasi
dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang
ditangkap hanyalah segi-segi
filsafatnya, maka yang
ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti
hakikinya.
Pancasila
merupakan hasil kompromi nasional
dan pernyataan resmi
bahwa bangsa Indonesia
menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan
antara penganut agama mayoritas
maupun minoritas. Selain itu
juga tidak membedakan
unsur lain seperti
gender, budaya, dan daerah.
Nilai-nilai
Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanism, karenanya
Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila
memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima
oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai
secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa
Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas
bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.
Pancasila
sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu
berkenaan dengan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Apabila kita
memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila.
Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang
fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai berikut:
1.
Dasar-dasar pembentukan Negara,
yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara Republik Indonesia dan
berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila).
2.
Ketentuan diadakannya
undang-undang dasar, yaitu
“….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu
undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber
hukum.
Nilai dasar
yang fundamental suatu
Negara dalam hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah,
dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah.
Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental,
maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah
secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17
Agustus 1945.
Tataran nilai
yang terkandung dalam
Pancasila sesuai dengan sistem
nilai dalam kehidupan manusia.
Secara teoritis nilai-nilai
Pancasila dapat dirinci menurut jenjang dan jenisnya.
1. Menurut jenjangnya
sebagai berikut:
·
Nilai Religius ;
Nilai ini menempati nilai yang
tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa yaitu
nilai yang Maha Agung, Maha Suci, Absolud
yang tercermin pada Sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
·
Nilai Spiritual ;
Nilai ini
melekat pada manusia, yaitu budi
pekerti, perangai, kemanusiaan dan kerohanian yang tercermin
pada sila kedua Pancasila yaitu
”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
·
Nilai Vitalitas;
Nilai
ini melekat pada
semua makhluk hidup,
yaitu mengenai daya
hidup, kekuatan hidup dan
pertahanan hidup semua makhluk. Nilai ini
tercermin pada sila ketiga dan
keempat dalam Pancasila yaitu “Persatuan
Indonesia” dan “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan”
·
Nilai Moral;
Nilai ini
melekat pada prilaku hidup semua manusia,
seperti asusila, perangai,
akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang
adil dan Beradab”.
·
Nilai Materil;
Nilai ini
melekat pada semua
benda-benda dunia. Yang
wujudnya yaitu jasmani, badani,
lahiriah, dan kongkrit.
Yang tercermin dalam
sila kelima Pancasila yakni
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
2. Menurut jenisnya sebagai berikut:
·
Nilai Ilahiah
Nilai yang dimiliki Tuhan
Yang Maha Esa, yang melekat
pada manusia yaitu
berwujud harapan, janji,
keyakinan, kepercayaan,
persaudaraan, dan persahabatan.
·
Nilai Etis
Nilai yang
dimiliki dan melekat
pada manusia, yaitu berwujud keberanian, kesabaran, rendah
hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, serta keramahan.
·
Nilai Estetis
Nilai yang melekat pada semua
makhluk duniawi, yaitu berupa keindahan,
seni, kesahduan, keelokan, dan keharmonisan.
·
Nilai Intelek
Nilai
yang melekat pada makhluk
manusia, berwujud ilmiah, rasional, logis, analisis, dan akaliah.
Selanjutnya secara konsepsional nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila terdiri dari nilai dasar, nilai
instrumental, nilai praksis.
a.
Nilai dasar
Merupakan prinsip
yang bersifat sangat
Abstrak, umum-universal dan
tidak terikat oleh ruang
dan waktu. Dengan
kandungan kebenaran bagaikan Aksioma, berkenaan
dengan eksistensi, sesuai
cita-cita, tujuan, tatanan
dasar dan ciri khasnya yang pada dasarnya tidak berubah sepanjang zaman.
Nilai
dasar Pancasila bersifat Abadi,
Kekal, yang tidak dapat
berubah, wujudnya ialah sila-sila
Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.
Nilai Instrumental :
Berupa
penjabaran nilai dasar, yaitu arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu
dan kondisi tertentu.
Sifat kontektual, harus
disesuaikan dengan tuntutan jaman. Nilai Instrumental berupa kebijakan, strategi,
system, rencana, program dan proyek.
Pelaksanaan umum dari nilai
dasar, biasanya dari wujud norma sosial ataupun norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
lembaga- lembaga yang bersifat dinamik. Menjabarkan nilai dasar yang
umum kedalam wujud kongkrit,
sehingga dapat sesuai
dengan perkembangan jaman,
merupakan semacam tafsir politik terhadap nilai dasar umum tersebut.
Nilai
instrumental terpengaruh oleh
waktu, keadaan, dan tempat,
sehingga sifat dinamis, berubah,
berkembang, dan inovatif. Kontektualisasi nilai dasar harus
dijabarkan secara kreatif
dan dinamik kedalam
nilai instrumental penjabaran
nilai dasar terwujud ke dalam:
TAP
MPR, PROPENAS UNDANG-UNDANG, DAN
PERATURAN PELAKSANAAN.
c.
Nilai Praksis
Nilai
yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup
sehari-hari, istilah “PRAKSIS”
tidak seluruhnya sama
maknanya dengan istilah
“PRAKTEK”. Praksis harus selalu Pased on Values, sedangkan
Praktek bisa bersifat Value Free, maka
secara hierarkhis praksisi berada dibawah nilai instrumental dan menjabarkan
nilai instrumental tersebut secara taat asas
(konsisten).
Merupakan interaksi
antara nilai instrumental dengan
situasi kongkrit padatempat dan
waktu tertentu.juga merupakan gelanggang
pertarungan antara idealisme dengan realitas,
yang tidak dapat sepenuhnya kita kuasai, ada kalanya justru kondisi objektif itu yang jauh lebih kuat dari nilai praksis berupa nilai
yang sebenarnya kita
laksanakan dalam kehidupan
kenyataan sehari-hari, contohnya
= memelihara persahabatan.
Berbagai wujud
penerapan Pancasila dalam kenyataan
sehari-hari, baik oleh para
penyelenggara Negara maupun
oleh masyarakat Indonesia
sendiri, misalnya dalam kerukunan hidup
beragama, praksisnya: silahturahmi antar umat beragama, melakukan dialog antar umat beragama, toleransi dan saling menghormati antar umat
beragama.
Aktualisasi Pancasila sebagai dasar
etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu:
1.
Sila pertama: menghormati setiap
orang atau warga negara atas berbagaikebebasannya dalam menganut agama dan
kepercayaannya masing- masing,
serta menjadikan ajaran-ajaran sebagai
anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya.
2.
Sila kedua: menghormati
setiap orang dan
warga negara sebagai
pribadi (personal) “utuh sebagai
manusia”, manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban,
serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan
dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.
3.
Sila ketiga: bersikap
dan bertindak adil
dalam mengatasi segmentasi- segmentasi atau primordialisme
sempit dengan jiwa dan semangat
“Bhinneka Tunggal Ika”-“bersatu dalam perbedaan” dan “berbeda dalam persatuan”.
4.
Sila keempat: kebebasan, kemerdekaan,
dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk
mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek
kehidupan.
5.
Sila kelima: membina
dan mengembangkan masyarakat
yang berkeadilan sosial yang mencakup
kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau setiap warga negara.
Sila-sila dalam Pancasila merupakan
satu kesatuan integral dan integrative menjadikan dirinya
sebagai sebagai referensi kritik
sosial kritis, komprehensif,
serta sekaligus evaluatif bagi etika
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
ataupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang
mencerminkan satu sila akan mendasari
dan mengarahkan sila-sila lain.
C. Pancasila sebagai
Solusi Problem Bangsa
Pakar etika politik Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa
Pancasila dicetuskan sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah bangsa
yang tersirat dalam lima sila di dalamnya.
Pancasila yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh besar pendiri
bangsa ini merupakan pedoman yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi
problem atau permasalahan bangsa. Masing-masing sila memiliki makna khusus yang
sejatinya merupakan solusi pemecahan masalah bangsa ini.
Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar
negara. Dimana di dalam butir-butir Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat
penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun, nilai-nilai yang terkandung
di dalam Pancasila dinilai belum diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. sehingga di era reformasi ini masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat merasakan makna Pancasila
yang sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan, kesatuan dan
mensejahterakan rakyat.
Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang
diperjual-belikan, korupsi yang merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk
agama merupakan sedikit polemik yang dihadapi rakyat pada saat sekarang ini.
Banyak kesan yang didapat rakyat dari masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak
sanggup untuk mengungapkannya. Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat
merasakan adanya Pancasila.
Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera,
dan dijadikan syarat pokok yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan
upacara bendera. Dimana dapat kita sadari bahwa Pancasila tersebut Mengandung
nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat dan bermatabat,
yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan.
Banyak kasus-kasus pada saat ini yang bertitik tolak dengan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila seperti kasus mpok minah yang
divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga
buah kakao. Melihat dari kasus Mpok Minah tersebut teringat oleh kita salah
satu butir Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dimana
butir Pancasila tersebut Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan
perlakuan yang sama di depan hukum.
Tetapi bandingkan dengan kasus-kasus besar yang terjadi di
Indonesia. Seperti korupsi yang menjadi budaya di masyarakat kita. Birokrasi
yang korup yang menjadikan masyarakat kita terdidik secara tak langsung. Semua
urusan bisa lancar apabila ada uang suap. Masalah jeratan hukum bisa dibantu
dan direkayasa dengan bantuan uang.
Bukan hanya masalah hukum, terdapat berbagai macam
permasalahan dan persoalan lainnya. Merosotnya moral bangsa, kerusakan
lingkungan, kasus narkoba, dan sebagainya. Pancasila menjadi jalan keluar dalam
menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang
dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
a.
Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna
bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di
Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada
paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin
berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam
beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
b. Sila Kedua :
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga Negara
mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan
atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya
sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku
sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
c. Sila Ketiga : Persatuan
Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau
yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku,
agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu
yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
d. Sila Keempat : Kerakyatan
Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan
jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan
saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan
bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
e. Sila Kelima :
Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan
penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini
kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan
menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat.
Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut
potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk
perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai
secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga
kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.
Apabila nilai-nilai yang terkandung
dalam butir-butir Pancasila di implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka
tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya ketidak adilan,
terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin
semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara.
Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan
Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan
Negara.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar